Saturday 24 September 2011

Cara Menyusun Surat Gugatan Perdata Di Peradilan Di Negara Indonesia

Cara Menyusun Surat Gugatan Perdata Di Peradilan Di Negara Indonesia Pendahuluan - Setiap orang yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang dianggap merugikan lewat pengadilan. - Gugatan dapat diajukan secara lisan (ps 118 ayat 1 HIR 142 ayat 1) atau tertulis (ps 120 HIR 144 ayat 1 Rbg) dan bila perlu dapat minta bantuan Ketua Pengadilan Negeri - Gugatan itu harus diajukan oleh yang berkepentingan - Tuntutan hak di dalam gugatan harus merupakan tuntutan hak yang ada kepentingan hukumnya, yang dapat dikabulkan apabila kabenarannya dapat dibuktikan dalam sidang pemeriksaan - Mengenai persyaratan tentang isi daripada gugatan tidak ada ketentuannya, tetapi kita dapat melihat dalam Rv Psl 8 No.3 yang mengharuskan adanya pokok gugatan yang meliputi : 1) Identitas dari pada para pihak 2) Dalil-dalil konkret tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta alasan-alasan daripada tuntutan. Dalil-dalil ini lebih dikenal dengan istilah fundamentum petendi 3) Tuntutan atau petitum ini harus jelas dan tegas. HIR dan Rbg sendiri hanya mengatur mengenai cara mengajukan gugatan Identitas Para Pihak Yang dimaksud dengan identitas adalah cirri-ciri daripada penggugat dan tergugat ialah nama, pekerjaan, tempat tinggal. Fundamentum Petendi Fundamentum petendi adalah dalil-dalil posita konkret tentang adanya hubungan yang merupakan dasar serta ulasan daripada tuntutan 1. Fundamentum petendi ini terdiri dari dua bagian : a. Bagian yang menguraikan tentang kejadian atau peristiwa (feitelijke gronden) dan b. Bagian yang menguraikan tentang dasar hukumnya (rechtgronden) 2. Uraian tentang kejadian merupakan penjelasan duduknya perkara tetang adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi dasar yurudis daripada tuntutan 3. Mengenai uraian yuridis tersebut tidak berarti harus menyebutkan peraturan-peraturan hukum yang dijadikan dasar tuntutan melainkan cukup hak atau peristiwa yang harus dibuktikan di dalam persidangan nanti sebagai dasar dari tuntutan, yang member gambaran tentang kejadian materiil yang merupakan dasar tuntutan itu 4. Mengenai seberapa jauh harus dicantumkannya perincian tentang peristiwa yang dijadikan dasar tuntutan ada bebarapa pendapat : a. Menurut Subtantieringstheori, tidak cukup disebutkan hukum yang menjadi dasar tuntutan saja, tetapi harus disebutkan pula kejadian-kejadian yang nyata yang mendahului peristiwa hukum yang menjadi dasar gugatan itu, dan menjadi sebab timulnya peristiwa hukum tersebut misalnya ; bagi penggugat yang menuntut miliknya, selain menyebutkan bahwa sebagai pemilik, ia juga harus menyebutkan asal-asul pemilik itu. b. Menurut individualiseringtheori sudah cukup dengan disebutkannya kajadian-kejadian yang dicantumkan dalam gugatan yang sudah dapat menunjukan adanya hubungan hukum yang menjadi dasar tuntutan. Dasar atau sejarah terjadinya hubungan tersebut tidak perlu dijelaskan, karena hal tersebut dapat dikemukakan didalam sidang-sidang yang akan datang dengan disertai pembuktian. c. Menurut putusan Mhkamah agung sudah cukup dengan disebutkannya perumusan kejadian materiil secara singkat. Petitum atau Tuntutan 1. Petitum atau Tuntutan adalah apa yang dimintakan atau diharapkan penggugat agar diputuskan oleh hakim. Jadi tuntutan itu akan terjawab didalam amar atau diktum putusan. Oleh karenanya petitum harus dirumuskan secara jelas dan tegas 2. Tuntutan yang tidak jelas atau tidak sempurna dapat barakibat tidak diterimanya tuntutan tersebut. Demikian pula gugatan yang berisi pernyataan-pernyataan yang bertentangan satu sama lain disebut abscuur libel ( guagatan yang tidak jelas dan tidak dapat dijawab dengan mudah oleh pihak oleh pihak tergugat sehungga menyebabkan ditolaknya gugatan) berakibat tidak diterimanya gugatan tersebut. 3. Sebuah tuntutan dapat dibagi 3 (tiga) ialah : a. Tuntutan primer atau tuntutan pokok yang langsung berhubungan dengan pokok perkara. b. Tuntutan tambahan, bukan tuntutan pokok tetapi masih ada hubungannya dengan pokok perkara. c. Tuntutan subsidiair atau pengganti. 4. Meskipun tidak selalu tapi seringkali di samping tuntutan pokok masih diajukan tuntutan tamabahan yang merupakan pelengkap daripada tuntutan pokok. 5. Biasanya sebagai tututan tambahan berwujud : a. Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar biaya perkara. b. Tuntutan “uivoerbaar bij voorraad” yaitu tuntutan agar putusan dapat dilaksanakan lebih dulu meskipun ada perlawanan, banding atau kasasi. Didalam praktik permohonan uivoerbaar bij voorraad sering dikabulkan. Namun demikian Mahkamah Agung mengintruksikan agar hakim jangan secara mudah memberikan putusan uivoerbaar bij voorraad. c. Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar bunga (moratoir) apabila tuntutan yang demikian oleh penggugat berupa sejumlah uang tertentu. d. Tuntutan agar tergugat dihukum untuk mambayar uang paksa (dwangsom), apabila hukuman itu tidak berupa pembayaran sejumlah uang selama ia tidak memenuhi isi putusan e. Dalam hal gugat cerai sering disertai juga dengan tuntutan nafka bagi istri atau pembagian harta. 6. Mengenai tuntutan subsidiair selalu diajukan sebagai pengganti apabila hakim berpendapat lain. Biasanya tuntutan subsidiair itu berbunyi “ agar hakim mengadili menurut keadilan yang benar” atau “ mohon putusan yang seadil-adilnya” (aequo et bono) Jadi tujuan daripada tuntutan subsidiair adalah agar apabila tuntutan primer ditolak masih ada kemungkinan dikabulkannya gugatan yang didasarkan atas kebebesan hakim serta keadilan. 7. Didalam berpekara di Pengadilan kita mengenal gugatan biasa/ pada umumnya dan gugatan yang bersifat referte. 8. Sebuah gugatan dapat dicabut selama putusan pengadilan belum dijatuhkan dengan catatan : a. Apabila gugatan belum sampai dijawab oleh tergugat, maka penggugat dapat langsung mengajukan pencabutan gugatan. b. Apabila pihak tergugat sudah memberikan jawaban maka pencabutan gugatan dapat dilaksanakan apabila ada persetujuan dari tergugat.

No comments: